
Entitas menggunakan standar akuntansi untuk melaporkan informasi keuangan kepada investor dan kreditor. Entitas juga wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT PPh) dengan mengacu pada UU pajak dan aturan-aturan turunannya yang dirumuskan oleh negara dan otoritas pajak.
Standar akuntansi dan penghitungan PPh
Standar akuntansi dan regulasi pajak berbeda dalam berbagai hal. Sebagai akibatnya, laba akuntansi sebelum pajak berbeda dengan penghasilan kena pajak. Demikian juga, jumlah beban pajak penghasilan yang dilaporkan akan berbeda dengan jumlah pajak penghasilan terutang (PPh terutang) yang akan dibayarkan kepada negara. Baca juga: Pengertian dan contoh aset pajak tangguhan
Laba sebelum pajak dan penghasilan kena pajak
Laba sebelum pajak (pretax financial income) adalah istilah akuntansi keuangan. Laba sebelum pajak juga biasa disebut laba komersial sebelum pajak, laba untuk tujuan pelaporan keuangan, atau laba menurut pembukuan. Entitas menghitung Laba sebelum pajak dengan mengacu pada standar akuntansi. Tujuannya adalah menyediakan informasi yang bermanfaat bagi investor dan kreditor.
Penghasilan kena pajak (laba fiskal, penghasilan neto fiskal, atau laba untuk tujuan pajak) adalah istilah perpajakan. Penghasilan kena pajak berarti jumlah yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung PPh terutang. Entitas menghitung penghasilan kena pajak dengan mengacu pada regulasi pajak. Pajak penghasilan menjadi sumber penerimaan negara.
Contoh pajak tangguhan
Contoh berikut memperjelas perbedaan standar akuntansi dengan aturan pajak serta dampaknya terhadap pelaporan keuangan dan penghasilan kena pajak.
PT Kivlan melaporkan pendapatan Rp1.950.000.000 dan beban Rp900.000.000 pada tiap-tiap tahun selama tiga tahun pertama beroperasi. Laporan laba-rugi untuk tiap-tiap tahun disajikan sebagai berikut.

Untuk tujuan pajak (mengacu pada aturan pajak), PT Kivlan melaporkan jumlah beban yang sama kepada otoritas pajak pada setiap tahun. Akan tetapi, PT Kivlan melaporkan pendapatan Rp1.500.000.000 tahun 2018, Rp2.250.000.000 tahun 2019, dan Rp2.100.000.000 tahun 2020.

Beban pajak penghasilan dan PPh terutang selalu berbeda selama tiga tahun tetapi totalnya sama.

Mengapa beban pajak penghasilan dengan PPh terutang berbeda? Untuk pelaporan keuangan, PT Kivlan menggunakan dasar akrual secara penuh untuk melaporkan pendapatan. Untuk tujuan pajak, PT Kivlan menggunakan dasar kas yang dimodifikasi.
Sebagai akibatnya, PT Kivlan melaporkan laba sebelum pajak Rp1.050.000.000 dan beban pajak penghasilan Rp262.500.000 pada tiap-tiap tahun selama tiga tahun.
PPh terutang berfluktuasi. Pada tahun 2018, penghasilan kena pajak hanya Rp600.000.000, sehingga PT Kivlan hanya berutang Rp150.000.000 kepada negara pada tahun 2018. PT Kivlan melaporkan PPh terutang sebagai liabilitas lancar dalam laporan posisi keuangan.
Selisih Rp112.500.000 (Rp262.500.000 − Rp150.000.000) antara beban pajak penghasilan dengan PPh terutang pada tahun 2018 merupakan pajak yang harus dibayar pada periode-periode mendatang. Selisih Rp112.500.000 disebut jumlah pajak tangguhan. Dalam contoh ini, jumlah tersebut merupakan liabilitas pajak tangguhan.
Jika pajak yang harus dibayar di masa depan lebih kecil, PT Kivlan melaporkan aset pajak tangguhan.
Perbedaan temporer
Contoh di atas menunjukkan bahwa perbedaan beban pajak penghasilan dan PPh terutang hanya terjadi dari tahun ke tahun. Secara total keduanya sama, yaitu Rp787.500.000. Dengan kata lain, perbedaan itu bersifat temporer, tidak permanen.
Menurut standar akuntansi, perbedaan temporer (temporary difference) adalah selisih antara basis pajak aset atau liabilitas dengan jumlah tercatat aset atau liabilitas dalam laporan keuangan, yang akan mengakibatkan jumlah kena pajak atau jumlah yang dapat dikurangkan di tahun-tahun mendatang.
Jumlah kena pajak menambah penghasilan kena pajak di tahun-tahun mendatang. Jumlah yang dapat dikurangkan mengurangi penghasilan kena pajak di tahun-tahun mendatang.
Kembali ke contoh PT Kivlan, kita asumsikan bahwa satu-satunya perbedaan antara basis pembukuan dengan basis pajak aset dan liabilitas adalah piutang usaha yang timbul dari pengakuan pendapatan untuk tujuan pembukuan.

Pada tahun 2018, laporan posisi keuangan PT Kivlan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi mengakui aset berupa piutang usaha sejumlah Rp450.000.000. Di sisi lain, piutang itu memiliki basis pajak nol.
Apa yang akan terjadi dengan perbedaan temporer Rp450.000.000 yang berasal dari pengakuan piutang usaha dan pendapatan pada tahun 2018 tersebut?
PT Kivlan akan menerima kas dari piutang usaha itu sejumlah Rp300.000.000 pada tahun 2019 dan Rp150.000.000 pada tahun 2020. Penerimaan kas dari piutang itu mengakibatkan jumlah kena pajak sejumlah Rp300.000.000 pada tahun 2019 dan Rp150.000.000 pada tahun 2020. Kedua jumlah kena pajak masa depan ini akan menyebabkan penghasilan kena pajak lebih tinggi daripada laba sebelum pajak, baik di tahun 2019 maupun 2020.
Laporan posisi keuangan yang disusun berdasarkan SAK/IFRS didasarkan pada asumsi yang inheren bahwa perusahaan memulihkan dan menyelesaikan jumlah tercatat aset dan liabilitas. Asumsi ini mengharuskan akuntansi akrual untuk mengakui saat ini konsekuensi pajak tangguhan dari perbedaan temporer. Artinya, perusahaan harus mengakui jumlah pajak penghasilan yang akan dibayar (atau diterima kembali/dihemat) ketika memulihkan dan menyelesaikan jumlah aset dan liablitas yang dilaporkan saat ini.
PT Kivlan berasumsi bahwa piutang usaha yang diakuinya pada tahun 2018 akan diterima kas di tahun-tahun mendatang sebagai pendapatan kena pajak dalam SPT PPh tahun-tahun mendatang. Pembayaran pajak akan terjadi, baik di tahun 2019 maupun 2020. Oleh karena itulah, PT Kivlan should harus melaporkan dalam pembukuan tahun 2018 konsekuensi pajak tangguhan dari pendapatan dan piutang terkait yang dilaporkan dalam laporan keuangan tahun 2018. PT Kivlan melakukan hal ini dengan melaporkan liabilitas pajak tangguhan.
Liabilitas pajak tangguhan
Liabilitas pajak tangguhan adalah konsekuensi pajak tangguhan yang terkait dengan perbedaan temporer kena pajak. Dengan kata lain, liabilitas pajak tangguhan merepresentasikan bertambahnya pajak yang harus dibayar di tahun-tahun depan sebagai akibat dari adanya perbedaan temporer kena pajak pada akhir tahun yang sedang dilaporkan (tanggal neraca).
Kembali ke contoh PT Kivlan, PPh terutang pada tahun 2018 berjumlah Rp150.000.000 (Rp600.000.000 × 25%). Di samping itu, perbedaan temporer timbul pada akhir tahun karena PT Kivlan melaporkan pendapatan dan piutang usaha terkait secara berbeda untuk tujuan pembukuan dengan pajak.

Basis pembukuan piutang usaha adalah Rp450.000.000, sedangkan basis pajaknya nol. Dengan demikian, total liabilitas pajak tangguhan pada akhir tahun 2018 adalah Rp112.500.000.
Entitas juga bisa menghitung liabilitas pajak tangguhan menggunakan tabel yang menunjukkan jumlah-jumlah kena pajak masa depan yang diakibatkan oleh adanya perbedaan temporer saat ini.

Penggunaan tabel bisa lebih bermanfaat ketika penghitungan menjadi semakin kompleks.
Beban pajak penghasilan
Karena 2018 adalah tahun pertama PT Kivlan beroperasi, tidak ada liabilitas pajak tangguhan pada awal tahun. PT Kivlan menghitung beban pajak penghasilan tahun 2018 sebagai berikut.

Penghitungan di atas menunjukkan beban pajak penghasilan terdiri dari dua komponen—beban pajak kini (jumlah PPh terutang untuk periode yang sedang dilaporkan) dan beban pajak tangguhan. Beban pajak tangguhan adalah peningkatan saldo liabilitas pajak tangguhan dari awal hingga akhir periode akuntansi.
Entitas mengkredit pajak penghasilan yang jatuh tempo dan terutang ke akun PPh Terutang dan mengkredit bertambahnya pajak tangguhan ke akun Liabilitas Pajak Tangguhan. Akun yang didebit adalah Beban Pajak Penghasilan dengan hasil penjumlahan dari kedua item tersebut.

Pada akhir tahun 2019 (tahun kedua), perbedaan antara basis pembukuan dengan basis pajak dari piutang usaha adalah Rp150.000.000 (Rp450.000.000 – Rp300.000.000). PT Kivlan mengalikan perbedaan temporer tersebut dengan tarif pajak yang berlaku untuk menentukan liabilitas pajak tangguhan Rp37.500.000 (Rp150.000.000 × 25%). PT Kivlan melaporkan jumlah liabilitas pajak tangguhan tersebut pada akhir tahun 2019.
PPh terutang tahun 2019 adalah Rp337.500.000. Beban pajak penghasilan untuk tahun 2019 dihitung sebagai berikut.

Berkurangnya liabilitas pajak tangguhan (manfaat pajak tangguhan) pada tahun 2019 didebit ke akun Liabilitas Pajak Tangguhan. PPh yang jatuh tempo dan terutang pada tahun 2019 dikredit ke akun PPh Terutang. Beban pajak penghasilan didebit sejumlah PPh terutang dikurangi manfaat pajak tangguhan.

Pada akhir tahun 2020 (tahun ketiga dan terakhir), perbedaan antara basis buku dengan basis pajak piutang usaha adalah nol. PPh terutang untuk tahun 2020 Rp300.000.000. Beban pajak penghasilan Rp262.500.000.

PT Kivlan merekam beban pajak penghasilan, perubahan liabilitas pajak tangguhan, dan PPh terutang tahun 2020 sebagai berikut.

Akun T berikut menunjukkan mutasi Liabilitas Pajak Tangguhan selama tiga tahun.

Pada akhir tahun ketiga (2020), akun Liabilitas Pajak Tangguhan bersaldo nol.
Penyajian pajak penghasilan dalam laporan keuangan
PT Kivlan melaporkan informasi pajak kini (PPh terutang) dan pajak tangguhan dalam laporan posisi keuangan tahun 2018–2020 sebagai berikut.

PPh terutang adalah liabilitas lancar, sedangkan liabilitas pajak tangguhan merupakan kewajiban jangka panjang.
PT Kivlan melaporkan informasi beban pajak penghasilan dalam laporan laba-rugi dan penghasilan komprehensif lain tahun 2018–2020 sebagai berikut.

Entitas juga harus mengungkapkan komponen beban pajak penghasilan, bisa langsung di laporan laba-rugi atau dalam catatan atas laporan keuangan. Jika PT Kivlan melaporkan komponen beban pajak penghasilan secara langsung, laporan laba-rugi 2018 menyajikan informasi sebagai berikut.

Contoh sederhana aset pajak tangguhan
Pada tahun 2022, PT Cemanik mengestimasi biaya garansi terkait penjualan oven microwave sejumlah Rp5.000.000.000 yang akan dipenuhi secara merata pada dua tahun berikutnya (2023 dan 2024).
Untuk tujuan pembukuan (akuntansi), PT Cemanik melaporkan beban garansi dan liabilitas garansi terkait estimasi biaya garansi Rp5.000.000.000 tersebut dalam laporan keuangan tahun 2022.
Dalam penghitungan pajak penghasilan terutang, beban garansi tidak boleh dikurangkan sebelum benar-benar dibayarkan. Dengan demikian, PT Cemanik tidak memperhitungkan adanya liabilitas garansi dalam neraca fiskal.
Perbedaan laporan posisi keuangan menurut standar akuntansi dengan neraca fiskal pada akhir tahun 2022 disajikan sebagai berikut.

Ketika PT Cemanik menyerahkan barang dan jasa dalam memenuhi klaim garansi, akun liabilitas garansi berkurang (didebit) dalam pembukuan. Pada saat yang sama, beban garansi (jumlah yang dapat dikurangkan) diperhitungkan untuk tujuan pajak.
Perbedaan temporer ini mengharuskan PT Cemanik mengakui di tahun 2022 manfaat pajak (konsekuensi pajak positif) terkait pengurangan pajak yang diakibatkan oleh penyelesaian liabilitas di masa depan. PT Cemanik melaporkan manfaat pajak masa depan itu dalam laporan posisi keuangan tanggal 31 Desember 2022 sebagai aset pajak tangguhan.
Dengan kata lain, jumlah yang bisa dikurangkan akan diperhitungkan dalam SPT PPh masa depan. Jumlah yang dapat dikurangkan di masa depan menyebabkandi masa depan penghasilan kena pajak lebih kecil daripada laba sebelum pajak. Jumlah yang dapat dikurangkan di masa depan itu berasal dari perbedaan temporer yang terjadi di tahun 2022.
Perbedaan temporer kumulatif, laba sebelum pajak yang lebih tinggi daripada penghasilan kena pajak sejumlah Rp5.000.000.000 pada tahun 2022, berbalik menjadi jumlah yang dapat dikurangkan sejumlah Rp2.500.000.000 masing-masing pada tahun 2023 dan 2024.
One comment on “Akuntansi pajak tangguhan”
Cepy F Syahda
3 November 2021 at 18:38Yth. Pajak.Warsidi.com,
Terimakasih atas penjelasannya yang cukup clear semoga bermanfaat buat semua. Amiin YRA
Salam,
Cepy F. Syahda